DOA
Menurut bahasa doa berasal dari Bahasa Arab الدعاء yang merupakan bentuk masdar dari mufrad داعى yang memiliki bermacam-macam arti. Dalam kamus Bahasa Arab di bawah judul huruf د, ع, و disebutkan sebagai berikut:
1. داعى, يدعو, دعوة artinya menyeru, memanggil.
2. داعي, يدعو, دعاء artinya memanggil, mendoa, memohon, meminta.
3. Dalam bentuk jama’nya ادعية artinya doa, permohonan, permintaan.
4. دعاء له artinya mendoakan kebaikan kepadanya.
5. دعاء عليه artinya mendoakan keburukan atau kejahatan kepadanya.
6. داع artinya orang yang memanggil, orang yang menyeru, orang yang memohon.
7. Dan الدعاء adalah bentuk masdarnya, yang pada umumnya diartikan sebagai suatu keinginan yang besar kepada Allah SWT dan pujian kepadaNya.
Dalam
al-Qur’an terdapat 203 ayat dengan arti yang beragam. Sedang menurut
istilah doa berarti memohon kepada Allah SWT secara langsung untuk
memperoleh karunia dan segala yang diridhoiNya dan untuk menjauhkan diri
dari kejahatan atau bencana yang tidak dikehendakinya.
Menurut
ajaran Islam, berdoa termasuk salah satu ibadah dan pengabdian kepada
Allah SWT. Karenanya siapa yang banyak berdoa akan memperoleh banyak
pahala dari Allah SWT. Dan doa yang dijanjikan Allah SWT menerimanya
ialah doa yang disertai amal usaha disamping khusu’ dan tawadhu’. Sedang
menurut Abu Sa’id al-Khudriy ra, Rasulullah SAW bersabda: “Semua
doa pasti dikabulkan Allah SWT, hany waktunya yang berbeda; a).
Disegerakan pengabulan doanya, b). Disimpan untuk di akhirat, c).
Dihindarkan dari kejahatan sebesar itu kepadanya.”
Dari
hadits ini kita mengetahui bahwa apabila doa kita terasa tidak dikabul
oleh Allah SWT, ketahuilah sebenarnya doa itu diterima hanya bentuknya
untuk menghindarkan musibah yang mustinya mengenai dirinya, tetapi
ditiadakan oleh Allah SWT dengan lantaran adanya doa atau akan
dikabulkan di akhirat nanti.
IKHTILAF ULAMA TERHADAP DEFINISI DOA
Dalam
hal ini, yang menjadi permasalahan bukan saja masalah definisi doa akan
tetapi juga masalah eksistensinya pun menjadi perdebatan dikalangan
para ulama, terutama para ulama salaf atau kaum sufi. Sementara itu
sebagian ulama berpendapat bahwa doa ialah: “Menampakkan kebutuhan dihadapan allah SWT, jika tidak demikian maka Allah SWT akan berbuat apa yang dikendakiNya.” Sedangkan Ath-Thieby (seorang ulama sufi) memberikan definisi doa yaitu “Melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan kehajatan dan ketundukan kepada Allah SWT.“
Ulama-ulama
sufi lainnya juga memberikan definisi terhadap doa, menurut mereka yang
beraliran moderat doa dapat diartikan sebagai suatu pembicaraan akrab.
atau munajat antara manusia dengan Tuhan. Bahkan ada diantara mereka
yang mengatakan: “Tidak berdoa bagiku merupakan kehilangan yang lebih
besar ketimbang tidak didengarkan dan tidak dikabulkan doaku.” Sementara
itu, kaum sufi yang beraliran fasif dan keras (ekstrim), menyangsikan
dasar hukumnya doa dan mereka berpendapat bahwa “Tuhan terlalu agung
untuk didekati dengan doa atau dijauhi dengan tidak berdoa.” Dan menurut
mereka pula “sabar dan diam dalam penderitaan adalah lebih sesuai
daripada berdoa.”
Pendapat
kaum sufi aliran ekstrim, yang mengatakan bahwa doa tidak sesuai dengan
gagasan takdir dan mereka lenih memilih sikap diam dan pasrah terhadap
segala apa yang telah dikehendaki Tuhan, mendapat tantangan keras dari
ulama besar yaitu Imam Ghazali. Beliau merumuskan jawaban atas
bantahannya yang dijelaskan dalam bukunya Ihya Ulumiddin bahwa “Takdir
mencakup kemungkinan menolak kejahatan dengan doa.” Beliau mengqiyaskan
seperti layaknya perisai menolak anak panah, keduanya saling melawan.
Perbedaan
pendapat tersebut diatas pada akhirnya memberikan pemahaman kepada kita
tentang adanya dua pendirian yang berbeda dikalangan kaum sufi, antara
kaum sufi yang beraliran moderat dengan kaum sufi yang beraliran
ekstrim. Aliran moderat setuju dengan pendapat kebanyakan para ulama
yang mengatakan bahwa doa sangat berkompeten sekali dalam diri dan
kehidupan manusia, sedangkan aliran ekstrim tidak setuju, dan mereka
lebih memilih sikap pasrah dan menerima terhadap apa yang telah
ditaqdirkan Tuhan. Namun demikian, kita tahu bahwa sikap pasrah yang
seutuhnya merupakan bukanlah ciri khas kaum sufi pada umumnya, karena
kebanyakan mereka yakin benar bahwa doa itu sangat perlu dan penting,
dan juga Tuhan sendiri telah memerintahkan dalam firmanNya yang
termaktub pada surat Al-Mu’min: 60.
PERBEDAAN ANTARA DOA DAN DZIKIR
Doa merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam diri manusia, dan doa juga merupakan suatu cara
atau jalan agar manusia selalu ingat kepada tuhannya. Maka secara tidak
langsung doa merupakan dzikir kepada Allah SWT. Karena dengan berdoa
kepadaNya berarti hamba tidak melupakan keberadaan antara dirinya dan
TuhanNya.
Namun
demikian, antara doa dan dzikir tetap terjadi suatu perbedaan baik dari
segi definisi maupun dari segi-segi lainnya. Dari segi definisi kita
tahu bahwa doa adalah permohonan hamba terhadap TuhanNya, sedangkan
definisi dzikir adalah ucapan maupun perbuatan hamba yang disukai para
umat untuk menghasilkan jalan mengingat dan mengenang akan Allah SWT.
Yang dimaksud dengan ucapan dalam dzikir, seperti lafadz-lafadz البقيّة الصالحات yaitu:
bacaan Tasbih, Tahlil, Tahmid, Taqdis, Taqbir, Hauqolah, Hasbalah,
Istighfar dan doa-doa. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan dzikir
yaitu perbuatan jiwa dan raga manusia yang tujuannya untuk ta’at kepada
Allah SWT.
Selanjutnya,
dari segi waktu dan tempat, dzikir tidak terbatas oleh waktu dan
tempat, akan tetapi dzikir tetap memiliki etika yang harus dilaksanakan
bagi pendzikir itu sendiri. Dzikir hanya terbatas pada ruang yang
ditempati seperti ditempat-tempat yang dimakruhkan untuk mengucapkan
lafadh-;afadh dzikir, contohnya di WC dan ketika sedang membuang hajat,
dikala sedang berjima’, sedangkan mendengarkan khutbah serta dalam
keadaan mengantuk. Sedang pelaksanaan dzikir dapat dilakukan dalam
segala rupa keberadaan kita, yakni dikala sedang duduk, di kala sedang
berdiri dan sedang berjalan (lihat QS, 3: 190 – 191).
Adapun contoh-contoh bacaan dzikir diantaranya sebagai berikut:
1. Subhanallah ( سبحان الله )
2. Al-Hamdulillah ( الحمد لله )
3. Lailaaha Illallah ( لا اله الا الله )
4. Allahu Akbar (الله اكبر )
5. Laahawla wala quwwata illa billah ( لا حول ولا قوّة الاّ با لله )
6. Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal mawla wa ni’man nashir
(حسبنا لله و نعم الوكيل نعم المولى و نعم النصير )
7. Astaghfirullahal ‘azhim (اشتغفر الله العظيم )
Jelasnya, antara
doa dan dzikir memamng mempunyai kaitan yang erat, karena dalam
persyaratan berdoa kita diharuskan membaca shalawat Nabi SAW, ucapan
istighfar yang kemudian dilanjtkan dengan doa yang kita kehendaki atau
yang kita hajati. Maka secara tidak langsung dapat ditarik kesimpulan
bahwa setiap orang yang melaksanakan doa maka ia berarti telah
melaksanakan dzikir kepada Allah SWT, sedangkan orang yang semata-mata
berdzikir kepada Allah belum tentu ia berdoa kepadaNya.
PENGARUH DOA BAGI MANUSIA
Doa
adalah merupakan pengakuan manusia tentang kelemahannya, namun manusia
kadangkala bersikap sombong (QS. 96:6-7). Doa juga sering dilupakan
manusia, karena manusia masih banyak yang menganggap bahwa doa itu
kurang penting, sehingga manusia tidak mengakui keberadaan doa tersebut.
Padahal, manusia yang hidup tanpa gejolak, tanpa kekuasaan istimewa,
bekerja dan berjuang secara wajar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
juga memerlukan doa sebagai motivasi dirinya agar dapat melanjutkan
usaha untuk mencapai cita-citanya. Doa juga menjadi salah satu sebab
tertolaknya suatu bencana, dengan kata lain doa bisa dikatakan sebagai
perisai/senjata. Di samping itu doa adalah obat penawar yang paling
manjur, sehingga ia menjadi musuh bagi bala (petaka). Doa dapat
menolaknya, menghilangkannya, menyembuhkannya, atau meringankannya, jika
bala tersebut telah turun. Karena berguna terhadap sesuatu yang telah
terjadi ataupun yang belum terjadi. Sabda Nabi SAW: “Doa itu bergua untuk yang telah terjadi dan yang belum tejadi, maka wahai hamba Allah, hendaklah kalian berdoa.” HR. Tirmidzi.
Alexis
Carrel, seorang ahli bedah Prancis yang meraih dua kali hadia nobel,
menegaskan bahwa keguanan doa dapat dibuktikan secara ilmiah sama
kuatnya dengan pembuktian dibidang fisika. Dalam brosurnya “La Priere”
(doa) ia mengemukakan keyakinannya akan kebesaran pengaruh doa untuk
pengobatan dengan ucapan: “Bila doa itu dibiasakan dan betul-betul
bersungguh-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas… Ia merupakan
semacam perubahan kejiwaan dan ketubuhan… ketentraman ditimbulkan oleh
doa itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan.”
Oliver lodge secara halus menyindir mereka yang tidak melihat manfaat doa: “Kekeliruan
mereka, karena menduga bahwa doa berada di luar fenomena alam,. Doa
harus diperhitungkan sebagaimana memperhitungkan sebab-sebab lain yang
dapat melahirkan suatu peristiwa.”
ETIKA BERDOA DITINJAU DARI SEGI ASPEK ADAB
Dalam berdoa seseorang harus memperhatikan beberapa adab doa sebagai berikut:
1. Meluruskan dan mensucikan niat
2. Menghadap kiblat
3. Mengangkat dan menengadahkan tangan setentangan dengan bahu
4. Tidak mengangkat pandangan ke arah langit
5. Didahului dengan puji-puji atau dzikir kepada Allah SWT
6. Bershalawat kepada Rasulullah SAW dan keluarganya
7. Penuh harap dan yakin akan diterima dan tidak kecewa serta putus asa dari rahmatNya
8. Berdoa dengan kalimat biasa, diplomatis dan bersifat umum
9. Diucapkan dengan suara tenang, rendah dan tidak terburu-buru
10.Dilafalkan dengan jelas dan diulangi tiga ali untuk bagian yang dianggap penting
11.Mulailah dengan membaca basmalah
12.Menyusuli dengan permohonan ampun untuk diri dan orang tua
13.Menghindari dari hal yang diharamkan, termasuk yang maktuh dan syubhat
14.Menyapukan kedua belah tangan ke wajah seusai berdoa
15.Perhatikan dan pilihlah waktu-waktu yang terbaik untuk berdoa dan adab bathiniyah.
Adapun adab-adab berdoa yang disusun dalam ajaran kaum sufi adalah sebagai berikut:
1. Memelihara waktu-waktu yang dianggap murni dan mulia (Hari Arafah, Bulan Ramadhan, Hari Jumat dan sepertiga malam)
2. Dalam
berdoa orang-orang sufi selalu menggunakan kesempatan yang baik dengan
bersungguh-sungguh seperti pada saat menghadap musuh, saat turun hujan,
saat puasa dan saat sujud
3. Diharuskan menghadap qiblat dan mengangkat kedua belah tangan sehingga kelihatan ketiaknya
4. Dalam berdoa suara tidak terlalu keras dan tidak terlalu rendah, dengan maksud agar hati dan jiwa menjadi tenang dan khusyu’
5. Menjaga agar doa yang diucapkan tidak berbentuk sajak, kecuali doa yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadits
6. Bila berdoa harus dalam keadaan khusyu’ dan tadharru’ serta penuh harapan diterima namun penuh ketakutan ditolak
7. Harus berkeyakinan penuh bahwa doanya itu pasti dikabulkan/diterima Allah SWT
8. Doa harus diucapkan dengan lafal yang jelas dan diulang-ulang hingga tiga kali
9. Doa harus dimulai dengan menyebut Asma Allah dan bershalawat pada Nabi SAW dan keluarganya
10.Sebagai penutup, hendaknya doa itu diucapkan sesudah bertaubat dan membersihkan diri dari perbuatan keji.
Sedangkan menurut Imam Ghazali menerangkan dalam kitabnya, احياء علوم الدين, bahwa adab berdoa sebagai berikut:
1. Hendaknya
mengambil kesempatan pada waktu-waktu yang baik dan mulia, seperti di
hari Arafah, Bulan Ramadhan, Hari Jumat, pada waktu seperti akhir malam
dab pada waktu saghur dini hari.
2. Hendaknya
mempergunakan keadaan yang baik dan mulia, seperti waktu sujud dalam
shalat, pada waktu peperangan, di waktu tentara sebelah menyebelah
sedang berhadap-hadapan, pada waktu mulai turun hujan, pada waktu orang
mengucapkan iqamah dalam waktu shalat dan sesudahnya, dan di kala hati
sedang sepi.
3. Menghadap kiblat, mengangkat kedua belah tangan dan mengusapkannya ke muka pada waktu selesai berdoa.
4. Merendahkan suara pada waktu mengucapkan doa sampai antara terdengar dengan tidak (QS. 7:55; 6:63)
5. Janganlah
lafadh doa itu dibuat-buat sedemikian rupa sehinga melampaui batas yang
baik memilih doa yang berasal dari nabi dan sahabat-sahabatnya atau
orang-orang yang saleh, karena tidaklah setiap orang dapat menyusun doa
yang baik, khawatir kalau-kalau dalam karangannya itu melampaui batas.
6. Orang
yang berdoa hendaknya bersikap tadharru’, khusu’ dan takut serta penuh
pengharapan akan terkabul doanya. (QS. 6:63; 7:55, 56)
7. Mendasarkan permintaan kepada doa dan meyakini terkabulnya dengan keyakinan bahwa apa yang dimintanya itu benar.
8. Doa
hendaknya dimulai dengan menyebut nama Allah SWT yang indah (QS. 7:180;
17:110) dan sesudah mengucapkan pujian sanjungan kepadaNya lalu
diiringi shalawat kepada Nabi, demikian pula menyudahinya.
9. Doa
hendaknya diulang-ulang terutama pada lafadh-lafadh atau
kalimat-kalimat yang penting, disebut tiga kali dan sungguh-sungguh
berkeyakinan doa itu segera diperkenankan.
10. Pengakuan
taubat dari semua dosa, meninggalkan semua perbuatan zhalim dan
menghadapkan diri kepada Allah SWT, dan inilah yang menjadi pokok
sesuatu doa diperkenankan Allah.
11. Dilakukan dengan sabar (QS. 18:28) dan حسن الظّنّ (berbaik sangka kepada Allah SWT).
ETIKA BERDOA DITINJAU DARI ASPEK WAKTU
Waktu-waktu yang tepat dan mulia untuk berdoa yaitu:
1. Ketika turun hujan
2. Ketika hendak shalat dan sesudahnya
3. Ketika menghadap musuh di medan pertempuran
4. Pada waktu sepertiga/akhir malam (QS. 51:18)
5. Ketika i’tidal yang akhir dalam sembahyang
6. Ketika khatam (tamat) membaca al-Qur’an
7. Ketika sujud dalam shalat, sebagaimana Abu
Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda: Sedekat-dekatnya
seseorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang melakukan sujud,
oleh karena itu perbanyaklah doa ketika sedang sujud.”
8. Berdoa di antara azan dan iqamah, Dari
Anas Ibnu Malik ra, berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “Doa yang
dipanjatkan antara waktu adzan dan iqamah, tentu tidak akan ditolak
olehNya,” Para sahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah !, doa apa yang
sebaiknya kami panjatkan ?” Jawab Rasulullah: “Sebaiknya mintalah
keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.”
9. Antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Ashar dengan Maghrib
10.Ketika sedang berpuasa (puasa sunat dan wajib)
11.Pada Bulan Nisfu Sya’ban
12.Pada Hari Raya Idul Fitri
13.Ketika sedang sakit
14.Pada Bulan Rajab, malam Isra’ Mi’raj Nabi SAW
15.Pada Hari Arafah di Bulan Haji
16.Pada Bulan Suci Ramadhan (terutama waktu malam)
17.Pada Hari Jumat, Abu
Hurairah mengatakan: Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Pada Hari
Jumat itu ada satu saat yang apabila kebetulan seseorang muslim berdiri
shalat sambil meminta (berdoa) kepada Allah SWT akan sesuatu, melainkan
Allah SWT akan memberinya (apa yang dai minta) seraya Rasulullah
mengisyaratkan dengan tangannya menyedikitkan (singkat) saat itu.” (HR.
Bukhori)
ETIKA BERDOA DITINJAU DARI ASPEK TEMPAT
Tempat yang baik untuk berdoa diantaranya, sebagai berikut:
1. Di Makkah dikala melihat Ka’bah
2. Di Madinah dikala melihat Masjid Rasulullah SAW
3. Di tempat dan dikala melakukan Thawaf
4. Di sisi Multazam
5. Di sisi sumur Zam-zam
6. Di dalam Ka’bah
7. Di belakang makam Nabi Ibrahim
8. Di atas bukit Shafa dan Marwah
9. Di Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di sisi Jamarat yang tiga
10.Di masjid-masjid dan tempat-tempat peribadatan lainnya.
HAL-HAL YANG DILARANG DALAM BERDOA
1. Jangan
berdoa hanya untuk tujuan perbuatan dosa dan memutuskan hubungan
silaturahmi serta jangan tergesa-gesa dan minta segera dikabulkan
2. Jangan berdoa kepada selain Allah SWT (QS. 10:106)
3. Dalam
berdoa hendaknya janganlah minta yang berlebih-lebihan, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan
4. Jangan berdoa dengan hal-hal yang tidak baik terhadap diri sendiri maupun terhadap anak-anak sendiri dan harta sendir
0 komentar:
Posting Komentar