makalah
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
Dosen Pembimbing :
WENDHY YANUAR .
P,S.H,M.H
Di susun oleh :
MUHAMMAD
RIDHO :1201087
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
NURDIN HAMZAH
JAMBI
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah
SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman. Amin...
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………...………………...……ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ..…………………………..……..…..……………….1
B.Rumusan
masalah..………………………………………………………….…. 3
C.
Tujuan Penulisan.…………………………………………...…………….……3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan ....................................................4
1. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK…………………….5
2. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan
POLEKSOSBUDHANKAM……………………………………………...6
3. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik…………....7
4. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi………………….8
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan
Sosial Budaya …………..8
6. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Hankam………………….9
7.
Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan
Kehidupan Beragama…...10
B.
Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi …………………………….. ……..11
1. Gerakan Reformasi ………………………………………….…….. ……..11
2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
…………………. …....14
3. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
………………….. …….18
4.
Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi ……………….. ……..23
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
………………………..………………..........…….25
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………...…iii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Pancasila adalah dasar filsafat Negara
Republik Indonesia yang secara resmi di sahkan oleh PPKI pada tanggal 18
agustus 1945 dan tercantum dalam pembukuan UUD 1945, di undangkan dalam berita
Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila
sebagai dasar filsafat NegaraRepublik Indonesia mengalami berbagai macam
interpretasi dan manipulas politik
sesuai denan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi
ideologi Negara pancasila.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas
gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila yaitu sebgai dasar negara republik Indonesia, yang hal ini
direalisasikan melalui Ketetapan sidang
istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan
pancasila sebagai satu-satunya asas bagi
orsospol di Indonesia.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi
pancasila oleh para penguasa pada masa
lampau,dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa
pancasila merupakan label politik Orde
Baru. Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil reformasi yang telah berjalan selama ini,
belum menampakan hasil yang dapat
dinikmati oleh rakyat, nasionalisme bangsa rapuh, sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di
masyarakat internasional.
Berdasarkan
alas an dan kenyataan objektif tersebut diatas maka suda menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai
warga Negara untuk mengembangkan serta
mengkaji pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kota yang setingkat
dengan paham atau isme-isme besar dunia dewasa
ini seperti liberalism, sosialisme, komunisme. Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan
intelektual untuk mengembalikan persepsi
rakyat yang keliru tersebut kearah cita-cita bersama bagi bangsa Indonesia dalam hidup bernegara
Istilah “paradigma” pada awalnya
berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya
dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan
istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul“The Structure Of Scientific Revolution”, paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu
sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu social manakala suatu
teori yang didasarkan pada suatu hasil
penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan
pada sifat-sifat yang parsial, terukur,
korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu
aspek saja dari obyek ilmu pengetahuanya
itu manusia. Oleh karena itu kalangan ilmuan social kembali mengkaji paradigm ilmu tersebut yaitu
manusia. Berdasarkan hakikatnya manusia
dalam kenyataan objektivnya bersifat ganda bahkan multidimensi. Atas dasar kajian paradigma ilmu pengetahuan
social tersebut kemudian dikembangkanlah metode baru berdasarkan hakikatnya dan
sifat paradigm ilmu tersebut yaiyu
manusia, yaitu metode kualatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian
berkembang dalam berbagai bidang kehidupan
manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hokum, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Dalam
masalah yang popular istilah paradigma
berkembang menjadi terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi dasar,sumber asas serta tujuan
dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan
& pendidikan.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar blekang diatas
dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan , antara lain :
1.
Apakah yang dimaksud Pancasila
sebagai paradigma pembangunan?
2.
Apakah yang dimaksud Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Politik?
3.
Bagaimanakah peran Pancasila
Sebagai Pembangunan Ekonomi?
4.
Bagaimanakah peran Pancasila
Sebagai Pembangunan Sosial Budaya?
5.
Bagaimanakah Paradigma
Kehidupan Beragama
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan
bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan
Untuk mencapai tujuan dalam hidup
bermasyarakat berbangsa dan bernegara
bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam
meningkatkan harkat dan martbatnya. Tujuan
Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah“Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia ”hal ini
merupakan tujuan Negara Hokum formal, adapun rumusan“Memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan Kehidupan bangsa ”hal ini merupakan tujuan Negara
hokum material, yang secara Keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum
atau internasional adalah “ikut melaksanakan
ketertiban Dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofi hakikat kedudukan
Pancasila sebagai paradigm pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila.
Unsur-unsur hakikat manusia“monopluralis”meliputi
susunan kodrat manusia, terdiri
rokhani(jiwa) dan jasmani(raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan
makhluk social serta kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk
Tuhan. Oleh karena itu pembangunan nasional sebagai upaya praksis
untuk mewujudkan tujuan tersebut,
maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigm hakikat manusia “monopluralis”.
Kemudian pada gilirannya dijabarkan dalm berbagai bidang pembangunan
antara lain :
1.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan IPTEK
2.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM
3.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan Bidang Politik
4.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan Ekonomi
5.
Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan
Sosial Budaya
6.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan Hankam
7.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pengembangan Kehidupan Beragama
1. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Iptek) pada
hakikatnya merupakan suatu hasil
kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal
merupakan potensi rohaniah manusia dalam
hubungannya dengan intelektualitas,
rasa dalam bidang estetis, dan kehendak
dalam bidang moral (etika). Tujuan yang esensial dari Iptek adalah
demi kesejahteraan umat manusia,
sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Dalam masalah
ini pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai
bagi pengembangan Iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya
manusia harus didasarkan pada
moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila yang sila-silanya merupakan seatu
kesatuan yang sistematis haruslah menjadi
system etika dalm pengembangan Iptek.
1. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan
irasional, antara akal, rasa da kehendak.
Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi
juga dipertimbangkan maksud dan
akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
2. Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus
bersifat beradab. Iptek adalah sebagai
hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.
3. Sila
Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam
sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
4. Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan
mendasari pengembangan Iptek secara demokratis.
Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus menghormati
dan menghargai kebebasan orang lain dan
harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun
dibandingkandengan penemuan ilmuwan lainnya.
5. Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya,
manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Kesimpulanya
bahwa pada hakikatnya sila-sila pancasila harus
merupakan sumber nilai, kerangka piker serta basis moralitas bagi pengambanan IPTEK.
2. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
Pembangunan pada hakikatnya merupakn
satu realisasi praksis untuk mencapai
tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUD
HANKAM. Dalam bidang kenegaraan
penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalm bidang operasional serta target
pencapaiannya.
Hakikat manusia adalah “monopluralis” artinya meliputi
berbagai unsur yaitu rokhani-jasmani, Individu-mahluk social serta
sebagai pribadi-mahluk tuhan yang maha esa. Hakikat manusia
merupakan sumber nilai bagi pengembangan
POLEKSOSBUDHANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi
seluruh unsure hakikat manusia monopluralis,
atau dengan kata lain membangun martabat manusia.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan
Bidang Politik
Pengembangan dan pembangunan bidang
politik harus mendasarkan pada tuntutan
hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia. Dalam
sistem politik negara harus mendasarkan
pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai
individu-mahluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Selainsistem politik
negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Drs. Moh.
Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas
dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menurutnya agar memberikan
dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan
kekuasaan. Oleh karena itu dalm politik negara termasuk para elit politik dan para penyelenggara negara untuk
memegang budi pekerti kemanusiaan serta
memegang teguh cita-cita moral rakyat leluhur.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas
urut-urutan sistematis, bahwa dalam
politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara
berdasarkan pada moralitas berturut-turut
moral ketuhanan (sila I), moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai
suatu bangsa (sila III). AdapuN aktualisasi
dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan
politik negara terutama dalam proses
reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila sehingga,
praktek-praktek politik yang menghalalkan
segala cara dengan memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu domba harus
segera diakhiri.
4. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Dalam
dunia ilmu ekonomi boleh dikatakn jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikirann
pengembangan ekonomi atas dasar moralitas
kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan
akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal
ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 menumbuhka ekonomi
kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif
inilah maka di eropa pada awal abad ke-19 munculah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan ekonomi
tersebut yaitu sosiolisme komunisme
yang memperjuangkan nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu kiranya
menjadi sangat penting bahkan mendesak
untuk dikembangkan system ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistik, ekonomi yang
berkemanusiaan.
Atas
dasar kenyataan tersebut maka mubyarto kemudian
mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan
rakyat secara luas. Perkembangan ekonomi
bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh
bangsa. Maka system ekonomi Indonesia
mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan degan
nilai-nilai moral kemnusiaan(mubyarto1999). Hal ini didasarkan pada pada
kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia lebih menjadi sejahtera.
5. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Dalam
pembangunan pengembangan aspek social budaya hendaknya didasarkan atas system nilai yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi disegala bidang dewasa
ini. Oleh karena itu dalam pengembangan
sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa
Indonesia sebagai dasar nilai yaitu
nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Prinsip
etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai
yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Terdapat rumusan dalam sila kedua yaitu ”Kemanusiaan yang adil
dan beradab“. Dalam rangka pengembangan
sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi,
yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterikatan
struktur, dan transendentalisasi. yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.
Dengan demikian maka proses humanisasi
universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan kelompok social tertentu sehingga
menciptakan system social budaya yang
beradab.
6. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Negara pada hakikatnya adalah merupakan
suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga Negara maka
diperlukan peraturan perundangundangan Negara, baik dalam rangka
mengatur ketertiban warga maupun dalam
rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu Negara bertujuan melindungi segenap wilayah
Negara dan bangsanya. Oleh karena pancasila
sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan
dan keamanan Negara harus dikembalikan
pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara.
Demikian pula pertahanan dam keamanan
Negara bukanlah hanya untuk
sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu, sehingga berakibat Negara menjadi totaliter dan
otoriter. Oleh karena itu Pertahanan dan Keamanan negara harus
mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan
dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara.
Pertahanan dan keamanan harus menjamin
hak-hak dasar, persamaan derajat
serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat
agar negara benar-benar meletakkan pada
fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
7. Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pada reformasi dewasa ini dibeberapa
wilayah Negara Indonesia terjadi konflik social yang bersumber pada
masalah SARA, terutama bersuber pada
masalah agama. Hal ini menunjukan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan. Oleh karena itu merupakan salah satu tugas berat bangsa
Indonesia untuk mengembalikan suasana
kehidupan beragama yang penuh perdamaian., saling menghargai, saling
menghormati dan saling mencintai sebagai sesame umat manusia yang beradab.
Pancasila telah memberikan dasar-dasar
nilai yang fundamental bagi bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia. Dalam pengertian ini
maka negara menegaskan dalam pokok pikiran
ke IV bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa “, atas dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab”. ini berarti bahwa kehidupan
dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan. Negara
memberikan kebebasan kepada
warganya untuk memeluk agamanya dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing. Hal ini
menunjukan bahwa dalam Negara Indonesia memberikan kebebesan atas kehidupan
beragama atau dengan lain perkataan menjamin atas demokrasi di bidang agama. Oleh karena itu kehidupan
beragama dalam Negara Indonesia dewasa
ini harus dikembangkan kearah terciptnya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai
berdasarkan nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab
B. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi
Ketika gelombang gerakan reformasi
melanda Indonesia maka seluruh aturan
main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktekpraktek elit politik yang dihinggapi penyakit
KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan
suatu perubahan yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat
madani yang sejahtera.
Dalam kenyataannya gerakan reformasi ini
harus dibayar mahal oleh bangsa
Indonesia yaitu dampak social, politk, ekonomi, terutama kemanusiaan. Para elit politik
memanfatkan gelombang reformasi ini demi
meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan jikalau banyak terjadi pembenturan kepentingan politik.
Namun demikian dibalik berbagai macam
keterpurukan bangsa Indonesia
tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu nilai-nilai yang berakar dari
pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri
yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan
bangsa dan Negara dalam suatu
system Negara dibawah nilai-nilai pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan
Negara Indonesia.
Secara historis telah kita pahami
bersama bahwa para pendiri Negara telah
mennetukan suatu asas, sumber nilai dan sumber norma yang fundamental dari Negara Indonesia yaitu
pancasila, yang bersumber dari apa yang
dimiliki bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalm
berbagai bidang yang sering diteriakan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumber itu sendiri.
I.
Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan
Jangka Panjang II Pelita ketujuh Bangsa Indonesia menghadapi bencana
hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik
menjadi goyah. Terutama praktek-praktek pemerintahan dibawah orde baru hanya membawa
kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi
semakin terpuruk system ekonomi menjadi kapitalistik dimana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya
berada pada sebagian kecil penguasa dan
konglomerat.
Awal keberhasilan gerakan reformasi
tersebut ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden
Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan
kedudukan Presiden.Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisiyang akan
mengantarkan rakyat Indonesia untuk
melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti
dengan reformasi ekonomi yang menyangkut
perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi
negara yaitu pada susunan DPR dan MPR,
yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya dan diawali dengan pengubahan.
a) UU
tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR, dan DPRD (UU No. 16/1969 jis. UU
No. 5/1975 dan UU No. 2/1985)
b) UU tentang partai politik dan golongan karya
(UU No. 3/1975, jo. UU No.3/1985)
c)
UU tentang pemilihan umum (UU No.
16/1969 jis. UU No. 4/1975, UU No. 2/1980, dan UU No. 1/1985)
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna Reformasi secara etimologis
berasal dari kata reformation dengan
akar kata reform yang artinya“make or become better by
removing or putting right
what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata
ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang
dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Suatu
gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan -penyimpangan.
Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadinepotisme, kolusi, dan
korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangatUUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan
suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
Negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan
berdasarkan pada suatu kerangka structural
tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan
kondisi serta keadaan yang lebih baik
dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi
dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa
Pancasila
Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan
reformasi harus tetap diletakkan dalam
kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang
jelas maka suatu reformasi akan mengarah
pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsadan negara
Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif
Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun secara rinci sebagai berikut :
1. Reformasi
yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa sesuatu gerakan kearah
perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai mahluk
tuhan.
2. Reformasi
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti bahwa reformasi harus
dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat manusia yang beradab.
3. Semangat
reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus
menjamin tetap tegaknya Negara dan bangsa Indonesia.
4. Semangat
dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab justru permasalahan
dasar gerakan reformasi dalah ada prinsip kerakyatan.
5. Visi
dasar reformasi harus jelas yaitu demi terwujudnya keadilan social seluruh
rakyat Indonesia.
Dalam perspektif pancasila gerakan
reformasi sebagai suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan
perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan pancasila
dalam kebijaksanaan dan penyelengaraan Negara. Oleh karena itu Pancasila
sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat.
Dalam mengantisipasi perkembangan jaman
yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaankebijaksanaan yang tidak sesuai
dengan aspirasi rakyat, akan tetapi nilai-nilai esensialnya bersifat tetap
yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatandan keadilan.
2. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat
runtuhnya kekuasaan orde baru, salah
satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya
dirasakan semakin menjauh dari
nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan. Subsistem hokum nampaknya tidak mampu manjadi pelindung bagi
kepentingan masyarakat dan yang berlaku
hanya bersifat imperative bagi penyelenggaraan
pemerintah.
Oleh karena itu kerusakan atas subsistem
hukum yang sangat menentukan dalam
berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan
suatu reformasi, menata kembali
subsistem yang mengalami kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan
reformasi tidak mungkin dilalakukan
secara spekulatif saja melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam
masalah ini nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.
Pancasila
Sebagai Sumber Nilai Perubahan
Hukum Dalam negara terdapat suatu dasar
fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang
dalam ilmu hukum tata negara
disebut “staatsfundamental”. Sumber hukum positif di Indonesia tidak lain adalah Pancasila. Maka
pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka
berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusun dan perubahan hukum positif di Indonesia. Dalam
pengertian inilah maka pancasila berfungsi
sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya dengan berbagai macam upaya perubahan hukum.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat
memenuhi fungsi konstitutif maupun
fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti
dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga
tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai
hukum itu sendiri. Sumber hukum
meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk
dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya,
misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material
yaitu suatu sumber hukum yangmenentukan materi atau isi suatu norma hukum. Dalam
susunan yang hierarkhis ini pancasila menjamin keserasian atau tiadanya kontradiksi antara berbagai
peraturan perundang-undangan baik secara vertical maupun horizontal.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan
norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan
Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi
inkonstitusionalitas (unconstitutionality)dan ketidaklegalan (illegality)dan
karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum. Oleh
karena itu dalam reformasi hokum dewasa ini selain pancasila sebagai
paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber
nilai, terdapat unsur pokok yang justru tiak kalah pentingnya yaitu kenyataan
empiris yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Dasar
Yuridis Reformasi Hukum
Dalam wacana reformasi hukum dewasa ini
bermunculan berbagai pendapat
yang ada taraf tertentu nampak hanya luapan emosional yang dan meninggalkan aspek konsepsional.
Reformasi total sering disalahartikan
sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dan degan jalan apapun. Jikalau halnya demikian maka kita
kembali menjadi bangsa tidak beradab,
bangsa yang tidak berbudaya masyarakat yang tanpa hukum yang menurut Hobbes disebut keadaan “homo
homini lupus”,manusia akan menjadi
serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hokum rimba. tolak derivasi (sumber penjabaran)
dari tertib hukum di Indonesia termasuk
UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hokum disebut sebagai sumber dari segala peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan
bahwa UUD 1945 beberapa pasalnya
dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi
kekuasaanyang sangat besar kepada
presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya
krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam
Penjelasan UUD 1945, Pembukaan
UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara
normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut
merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hokum yang menguasai baik hukum dasar tertulis
(UUD 1945) maupun hukum dasartidak tertulis (Convensi).Selain itu dasar yuridis
Pancasila sebagai paradigma reformasi hokum
adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia, yang berarti sebagai sumber
produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan
secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum
harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya.
Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan
hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsadan seluruh
tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya
secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat
sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi
manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara
misalnya pembungkaman demokrasi,
penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya. Pelaksanaan hukum
pada masa reformasi harus benarbenar dapat mewujudkan negara demokrasi
dengan suatu supremasi hukum. Artinya
pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu
negara yaitu keseimbangan antara hak
dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan,
golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warganegara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah
(pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas
terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi
seluruh unsur keadilan baik keadilan
distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal.
3. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai)
sistem politik Indonesia adalah dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undangundang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan
Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
yang Maha Esa, Kemanusiaan yangAdil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai demokrasi politik sebagaimana
terkandung dalam Pancasila sebagai
fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri Negara kita dalam kenyataannya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian
berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah:
a. Rakyat
merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
b. Kedaulatan
rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan rakyat.
c. Presiden dan wakil presiden dipiliholeh
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
karenanya harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
d. Produk
hokum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama
lembaga lain kekuatannya berada dibawah Majelis
Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya
a.
Reformasi Atas Sistem Politik
sistem
mekanisme demokrasi tersebut tertuang dalam undang-undang Politik yang
berlaku selama Orde Baru yaitu :
1.
UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR dan DPRD (UU No.16/1969 jis UU No. 5/1975 dan UU No. 2/1985)
2.
UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya
(UU No. 3/1975, jo. UU No. 3/1985)
3.
UU tentang Pemilihan Umum (UU No.
15/1969 jis UU No. 4/1975. UU No. 2/1980, dan UU No. 1/1985)
Oleh karena itu melakukan reformasi atas
system politik harus juga melalui reformasi pada undang-undang yang
mengatur system politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigm
nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Susunan
Keanggotaan MPR
Target
yang sangat vital dalam proses reformasi dewasa ini adalah menyangkut
penjabaran system kekuasaan rakyat dalam sisitem politik Indonesia.
walaupun gelombang protes dari madsyarakat yang merupakan aspirasi murni
dari rakyat untuk melakukan perubahan terhadap susunan keanggotaan DPR,
MPR dan DPRD.
Berdasarkan kenyataan susunan keangotaan
MPR, DPR dan DPRD, maka rakyat
bertekad melakukan reformasi dengan mengubah system politik tersebut
melalui sidang Istimewa MPR tahun1998, yang kemudian dituangkan dalm
Undang-undang Politik tahun 1999. Undang- undang No. 4 tahun 1999 yang
mengatur tentang susuna dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Susunan
Keanggotaan DPR
Perubahan
atas isi keanggotaan DPR tertuang dalm undang-undang No. 4 Pasal 11 sebagai
berikut :
Pasal
4 ayat 2 meyatakan keanggotaan DPR terdiri atas :
a. Angota Partai
Politik hasil Pemilu
b. Angota ABRI
yang diangkat
Pasal 11 ayat 3
menjelaskan :
a. Anggota
partai Politik hasil Pemilu sebanyak 462 orang
b. Anggota ABRI
yang diangkat sebanyak 38 orang
Berkaitan
dengan keanggotaan ABRI di DPR ini sampai saat ini masih ada sementara
masyarakat yang menolak, namun berdasarkan hasil siding Istimewa MPR tahun
1998, untuk keanggotaan ABRI ini akan dikurangi secara bertahap.
Susunan
Keanggotaan DPRD Tingkat I
Reformasi atas undang-undang politik
yang mengatur susunan keanggotaan DPRD Tingkat I tertuang dalam
Undang-undang Politik No. 4 tahun 1999,sebagai berikut :
Pasal
18 ayat 1 bahwa pengisian anggota DPRD I dilakukan melalui pemilu
danpengangkatan
Pasal
18 ayat 2 menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas :
a.
Angota Partai Politik hasil Pemilu
b.
Angota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat 3 menyatakan bahwa jumlah
anggota DPRD I ditetapkan sekurangkurangnya 45 orang dan
sebanyak-banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Demikianlah
kiranya upaya untuk mengembalikan tatanan demokrasi pada dasar nilai kedaulatan
ditangan rakyat dituangkan dalam undang-undang Politik tahun 1999.
Susunan
Keanggotaan DPRD Tingkat II
Reformasi atas undang-undang politik
yang mengatur susunan keanggotaan DPRD Tingkat II tertuang dalam
Undang-undang Politik No. 4 tahun 1999,sebagai berikut : Pasal 25
ayat 1 menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasarkan pemilu
dan pengangkatan Pasal 25 ayat 2 menyatakan, DPRD Tingkat II terdiri
atas :
a.
Angota Partai Politik hasil Pemilu
b.
Angota ABRI yang diangkat
Pasal
25 ayat 3 menyatakan bahwa jumlah anggota DPRD Tingkat II ditetapkan sekurang-kurangnya
20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang
diangkat.
Demikianlah perubahan atas undang-undang
tentang Susunan Keanggotaan MPR,DPR dan DPRD agar benar-benar mencerminkan
nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat pancasila yang merupakan
paradigma reformasi.
Reformasi
Partai Politik
Pada
masa orde baru ketentuan tentang Partai Politik diatur dalam undang-undang
Politk yaitu UU No. 3 tahun 1975, jo. UU No. 3 tahun 1985, tentang
Partai Politk dan Golongan Karya. Dalam undang-undang tersebut ditentukan
bahwa partai politik dan golongan karya hanya meliputi 3 macam yaitu:
Partai Persatuan Pembangunan(PPB), Golongan Karya(Golkar), dan Partai Demlokrasi
Indonesia(PDI). Penentuan asas tunggal pancasila berarti tidak mencerminkan
hakikat nilai pancasila itu sendiri “ majemuk tunggal “, yang disimbulkan
dalam lambang negara yaitu “ Bhineka Tunggal Ika “, yang maknanya
beraneka ragam tetapi satu kesatuan juga. Adapun ketentuan yang mengatur
tentang partai politik yang diatur dalm UU No. 2 tahun 1999 yang lebih
demokratis dan memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan
aspirasinya adalah sebagai berikut :
a.
Mencantumkan pancasila sebagai
dasar Negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai.
b.
Asas atau ciri, aspirasi, dan program partai
politik tidak bertentangan dengan pancasila.
c.
Keanggotaan partai politik bersifat terbuka
untuk setiap warga Negara Indonesia yang telah mempunyai hak pilih.
d.
Paratai politik tidak boleh menggunakan nama
atau lambang yang sama dengan Negara asing bendera NKRI, bendera asing gambar
perseorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Berdasarkan ketentuan UU tersebut warga
negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik untuk menyalurkan
aspirasi politiknya, selain itu setiap partai politik diberi kebebasan pula untuk
menentukan asas sebagai ciri serta program masing-masing.
b.
Reformasi Atas Kehidupan Politik
Para pendiri Negara serta penggali
nilai-nilai pancasila menentukan pancasila sebagai dasar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta memformalkan UUD 1945 sebagai
Undang-undang dasar Negara dimaksudkan untuk mewujudkan demokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana terkandung dalam nilai
kerakyatan sial IV pancasila. Dalam praktek pelaksanaanya ternyata
berbeda dengan nilai pancasila serta semangat dalam UUD 1945. Pancasila
sebagai dasar Negara. kondisi yang demikian ini tidak menumbuhkan
kehidupan politik yang demokratis, karena penguasa senantiasa memperkokoh
kekuasaanya dengan berlindung di balik ideologi pancasila, serta melegitimasi
tindakan dan kebijaksanaanya berdasarkan pancasila. Oleh karena itu
reformasi kehidupan politik agar benar-benar demokrasi dilakukan dengan jalan
revitalisasi ideologi pancasila, yaitu dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan
serta fungsi yang sebenarnya yang sebagaimana dikehendaki oleh para
pendiri Negara yang tertuang dalam UUD 1945.
Reformasi kehidupan politik juga
dilakukan dengan meletakan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai
masa lalu, masa kini dan kehidupan yang akan datang. Dengan
sendirinya kesemuanya ini harus diletakan dalam kerangka nilai-nilai
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya
yaitu nilai-nilai pancasila.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde
baru bersifat “birokratikotoritarium” yang ditandai dengan pemusatan
kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional
hampir sepenuhnya berada di tangan penguasa bekerjasama dengan kelompok
militer dan kaum teknokrat. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini
diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip
nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya
menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Padaera
ekonomi global dewasa ini .
dalam kenyataannya tidak mampu
bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi didunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang
diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat. Dalam
kenyataannya sector ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis
dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada
usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada
kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu
oleh sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan
seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu
rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat
banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk. Langkah yang strategis
dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi
rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:
a.
Keamanan pangan dan mengembalikan
kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety net”yang
popular dengan program Jaring Pengaman Sosial(JPS). Sementara untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka Pemerintah harus
secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum Pemerintah masa ordebaru
yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan Kepercayaan dan kepastian
usaha
b. Program
rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan
kondisi kepastian usaha, yaitu dengan Diwujudkan perlindungan hokum serta
undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu Pembenahan dan penyehatan dalam
sector perbankan menjadi prioritas utama, karena Perbankan merupakan jantung
perekonomian.
c.
Transformasi struktur, yaitu guna
memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan system untuk mendorong
percepatan perubahan structural (structural transformation). Transformasi
structural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke
ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri
keorientasi ekspor. Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang
ikut dalam proses ekonomi Melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus
segera diakhiri. Dengan system ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya
terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan
dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan
ekonomi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat
berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal
ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martbatnya. Tujuan
Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah “Melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia”, “hal ini merupakan tujuan Negara hukum
formal, adapun rumusan“ Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa ”hal ini merupakan tujuan Negara hukum material, yang secara keseluruhan
sebagai tujuan khusus atau nasional
Saran
Kita
sebagai warga Negara Indonesia harus turut ikut serta dalam pembangunan Negara
Republik Indonesia ini agar tercipta kedamaian yang sesuai dengan semboyan kita
dari dulu yaitu Bhineka Tunggal Ika.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan.
2010. Pendidikan Pancasila “ PARADIGMA “. Yogyakarta: Paradigma Offset
Almarsudi,Subandi.2006.pancasila
dan UUD dlm Paradigma Reformasi.jakarta:Rajawali Pers
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-reformasi/
0 komentar:
Posting Komentar